Makalah Sejarah Pemikiran Ekonomi Kontemporer Baqir Ash-Shadir
Heloo guys., ini blog emang khusus tempat berbagi ilmu dahh.. kali ini aku mau berbagi makalah yang pernah aku buat tentang Sejarah Pemikiran Ekonomi Kontemporer Baqir Ash-Shadir. Ini nih sebenernya tugas kuliah, dari pada berjamur di folder laptop, mendingan dibagiin deh buat kalian semua.. Jangan lupa like, share and comment yaa :)
“SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM
KONTEMPORER BAQIR ASH-SHADIR”
Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam
Disusun
Oleh:
Maulidar Agustina (1401104010024)
Sarah Syukri
Nailul Authar
Mahasiswa/i
Jurusan Ekonomi Islam Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala
Dosen
Pembimbing :
Dr. M. Shabri Abdul Madjid, SE, MM
JURUSAN
EKONOMI ISLAM
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS
SYIAH KUALA
BANDA
ACEH
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan nikmat-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Shalawat
beserta salam semoga selalu tercurahkan kepada kekasih Allah SWT yakni Nabi
Muhammad Saw, pembawa risalah yang menjadi petunjuk dan rahmat bagi seluruh
alam semesta. Makalah sederhana ini akan membahas mengenai Sejarah Pemikiran Ekonomi Kontemporer Baqir Ash-Shadir.
Selanjutnya akan di bahas lebih lanjut dalam bab-bab selanjutnya.
Seiring dengan itu, tidak lupa penulis ucapkan
terima kasih kepada Dosen Pembimbing yang telah memberikan motivasi dalam
menyelesaikan makalah ini dengan harapan semoga makalah singkat ini dapat
berguna bagi para pembaca.
Penulis menyadari akan kekurangan dari makalah ini.
Oleh karena itu, saran dan masukan dari berbagai pihak sangat penulis harapkan
untuk penyempurnaan makalah ini. Semoga dengan selesainya makalah ini dapat
berguna bagi pembaca.
Banda Aceh, 26 Mei 2016
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR
..................................................................................................
i
DAFTAR ISI
................................................................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
...........................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah
.....................................................................................
2
1.3 Tujuan Penulisan .......................................................................................
2
BAB
II PEMBAHASAN
2.1 Biografi Baqir
Ash-Shadir.........................................................................
3
2.2 Karya-karya Baqir Ash-Shadir..................................................................
4
2.3 Pemikiran
Ekonomi Baqir Ash-Shadir......................................................
5
BAB
III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
...............................................................................................16
DAFTAR
PUSTAKA
.................................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam
ruang lingkup pemikiran ekonomi Islam kontemporer, banyak tokoh bermunculan
menawarkan gagasannya masing-masing dalam rangka menangani kebuntuan system
ekonomi konvensional. Kelemahan dan kebobrokan sistem sosialisme dan
kapitalisme setidaknya telah terpampang dalam rentang sejarah kehidupan manusia
melalui krisis ekonomi yang dimulai pada tahun 1866 dan 1890, 1929, 1985, 1987,
1998, dan 2000. Melihat fenomena-fenomena yang tragis tersebut, maka tidak
mengherankan apabila sejumlah pakar ekonomi terkemuka, mengkritik dan
mencemaskan kemampuan ekonomi kapitalisme dalam mewujudkan kemakmuran ekonomi
di muka bumi ini. Bahkan cukup banyak klaim yang menyebutkan bahwa kapitalisme
telah gagal sebagai sistem dan model ekonomi.
Oleh
karena itu, dengan kegagalan system kapitalisme dalam mewujudkan kesejahteraan
yang berkeadilan, maka menjadi keniscayaan bagi umat manusia untuk
mendekonstruksi ekonomi kapitalisme menuju system ekonomi yang berkeadilan dan
berketuhanan yang dalam hal ini tentu ekonomi Islam patut untuk dipertimbangkan
sebagai salah satu alternative dalam merealisasikan kesejahteraan manusia.
Muhammad Baqir Ash-Sadr (selanjutnya disingkat Sadr) sebagai salah satu tokoh
intelektual muslim kontemporer dewasa ini, hadir dengan gagasan original yang mencoba
menawarkan gagasan sistem ekonomi Islam yang digali dari landasan doktrinal
Islam yakni al-Qur’an dan al-Hadis. Sadr tidak sepakat bahwa ekonomi Islam
adalah sistem ekonomi yang sama seperti sistem ekonomi sebelumnya seperti
kapitalisme dan sosialisme. Dalam pada itu, magnum opus yang menjadi dedikasi
luar biasa Sadr terhadap pemikiran ekonomi Islam diwujudkan dalam Iqtishaduna
yang telah diterjemahkan kedalam beberapa bahasa sampai saat ini. Our Economic
merupakan salah satu bentuk transformasi bahasa tersebut. Banyak tokoh
cendikiawan muslim yang merasa bahwa melalui Iqtishaduna dapat ditemukan
bagaimana seharusnya sistem ekonomi Islam . Syafi’I Antonio semisal sebagai
pakar ekonomi Islam yang mashur di Indonesia, menyatakan karya Baqir Sadr ini merupakan
karya pionir yang cukup komperhensif dalam literatur ekonomi islam.
Dari
paparan di atas, makalah ini bermaksud mendiskripsikan bagaimana sebenarnya
pemikiran ekonomi Islam Baqir Sadr. Terdapat beberapa fokus pembahasan dalam
makalah ini terkait dengan pokok pikiran ekonomi Islam Baqir Sadr yang meliputi
pertama, difinisi ekonomi Islam (usaha penemuan doktrin ekonomi Islam). Kedua,
karakteristik ekonomi Islam. Ketiga, teori produksi. Ke-empat, teori distribusi
kekayaan, dan kelima, Tanggung jawab pemerintah dalam bidang ekonomi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana riwayat hidup Baqr Ash-Shadir ?
2. Apa saja karya Baqr Ash-Shadir ?
3. Apa saja pemikiran ekonomi Baqr Ash-Shadir ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui riwayat hidup Baqr Ash-Shadir
2. Untuk mengetahui apa-apa saja karya yang dihasilkan oleh Baqr Ash-Shadir
3. Untuk mengetahui apa-apa saja pemikiran ekonomi yang digagas oleh Baqr
Ash-Shadir
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Biografi Baqr
Ash-Shadir
Nama lengkapnya Asy-Syahid Muhammad Baqir Ash-Shadir dilahirkan di Kadhimiyeh, Baghdad pada 1935. Sebagai keturunan dari sebuah keluarga sarjana dan intelektual Islam Syi’ah yang termasyhur, wajar saja Sadr mengikuti langkah kaki mereka. Ia memilih untuk menuntut pengajaran Islam tradisional di hauzah atau sekolah tradisional di Iraq, dan disitu ia belajar fiqh, ushul dan teologi. Ia amat menonjol dalam prestasi intelektualnya, sehingga pada umur 20 tahun telah memperoleh derajat mujtahid mutlaq, dan selanjutnya meningkat lagi ke tingakt otoritas tertinggi marja (otoritas pembeda). Otoritas intelektual dan spiritual di dalam tradisi Islam tersebut juga terwujud di dalam tulisan-tulisan Sadr, dan di dalam karyanya Iqtishaduna (Ekonomi Kita) ia menunjukkan metedologi ’pernyataan tegas yang independen, tetapi memenuhi syarat’.
Sekalipun memiliki latar belakang tradisional, Sadr tidak pernah
terpisah dari isu-isu kontemporer. Minat intelektualnya yang tajam mendorong
untuk secara kritis mempelajari filsafat kontemporer, ekonomi, sosiologi,
sejarah dan hukum. Seperti Taleghani, ia adalah seorang ‘alim yang aktif.
Secara terus-menerus ia menyuarakan pandangan-pandagan mengenai kondisi kaum
Muslimin dan membicarakan keinginan untuk merdeka, tidak saja kekangan politik,
namun juga dari ‘pemikiran dan gagasan’. Kondisi di Iraq mendorongnya untuk
mendirikan Hizb ad-Da’wah al-Islamiyah (Partai Dakwah Islam) yakni
sebuah partai menyatukan para pimpinan agama dan kaum muda, yang terutama
sekali dimaksudkan untuk melawan gelombang sosialisme Ba’ats yang mengambil kekuasaan
politik pada 1958. Karyanya Falsafatuna (Filsafat Kita) dan kemudian Istishaduna,
memberikan suatu kritik komparatif terhadap kapiltalisme maupun sosialisme, dan
pada saat yang sama menggambarkan pandangan-dunia (worldview) Islam
bersama dengan garis-garis besar sistem ekonomi Islam.
Di seluruh tulisannya, ia berusaha untuk
membangkitkan kembali tradisi Islam bagi kaum Muslimin modern, terutama kaum
mudanya. Usaha yang dituangkan di dalam Iqtishaduna sedikit banyak
menyuarakan suatu filsafat ekonomi kepada koleksi hukum legal, dan hal itu
mencerminkan kemampuannya memberi kehidupan kepada hukum-hukum yang tampak
mubazir. Ditulis pada 1960—an. Iqtishaduna haruslah dipandang sebagai
sebuah analisis komprehensif dan perbandingan sistem ekonomi dari prespektif
Islam, dan itu masih dipakai sebagai referensi para ahli di tahun sembilan
puluhan. Pendekatan ‘ekonomi-hukum’-nya telah menempatkannya pada suatu posisi
sebagai pemikir Islam terdepan.
Dekade terakhir dari kehidupannya merupakan
suatu periode penganiayaan oleh rezim Ba’ats di Iraq. Karena takut akan
pengaruhnya kepada massa, dan sesudah memenjarakan dan menyiksanya, rezim
Ba’ats menjatuhkan hukum maati kepadamya pada 8 April 1980.
2.2 Karya-karya
Baqir Ash Shadr
Muhammad
Baqir Shadr, berkat keluasan wawasannya yang meliputi ekonomi, politik, dan
seni sangat dikagumi bahkan dalam studi-studi filasafat dan pemikiran di
pusat-pusat studi Islam di barat. Ia telah menyumbangkan karya besar antara
lain:
1. Falsafatuna. Buku ini
menjelaskan secara komprehensif epistemologi Islam dan membantah sejumlah
pandangan filsafat barat, seperti Empirisme, Materialisme, Marxisme, dan
dialektika ala Hegel.
2. Iqtishaduna. Buku
ini menjelaskan secara komprehensif sistem ekonomi islam dan mengkritik secara
argumentatif pandangan-pandangan Marxisme, Sosialisme dan Kapitalisme.
3. Al-Fatawa al-Wadhihah (fatwa
yang jelas). Buku ini memuat pandangan-pandangan ijtihadnya secara marja.
4. Risalatuna, al-Mursil, ar-Rasul, ar-Risaalah. Sebuah
kajian sosiohistoris terhadap sejarah hidup Nabi.
5. Bahts Haul al-Wilayah. Sebuah
esai multi aspek terhadap aspek isu suksesi kepemimpinan pasca Nabi saw.
6. Bahts Haul al-Mahdi
7. Fadak fi al-Tarikh
8. Al-Bank al-Laribawi. Seri
pemikiran Islam tentang sistem perbankan non-riba yang telah diterjemahkan ke
berbagai bahasa dunia
9.
Al-Halaqat (enam
jilid). Sebuah karya ushul fiqh komparatif yang menggabungkan metodologi klasik
dan metodologi modern. Kini menjadi buku standar kuliah ushul fiqh untuk strata
menengah dan lanjutan di Hawzah.
10. Maalim al-Jadilah fi al-Ushul. Buku
ini menjelaskan konstruksi ushul fiqh Syiah yang didasarkan deduksi, induksi,
dan sumber-sumber teks utama.7
11. Manhaj Al-Shalihin (jalan
orang-orang saleh). Buku ini mencerminkan suatu pandangan modern tentang masa’il.
12. Al-Madrasah al-Islamiyyah (mazhab
Islam).
13. Ta’liqat ala al-Asfar (ulasan
tentang empat kitab perjalanan Mulla Sadra).
14. Al-Insan
al-Muashir w al-Muskilah al-Ijmaiyyah (manusia modern dan problem sosial).
15. Manaabi al-Qudrah fi Daulat al-Islam (sumber-sumber
kekuasaan dalam negara Islam). Sadr memandang bahwa negara Islam harus
didirikan menurut syariat, sebab ini adalah jalan satu-satunya untuk menjamin
hukum Allah di bumi.
2.3 Pemikiran Ekonomi
Muhammad Baqir Ash-Sadr
2.3.1 Asumsi Dasar
Sadr melihat
sistem ekonomi Islam sebagai bagian dari sistem Islam secara keseluruhan, dan
bersiteguh bahwa ia haruslah dipelajari sebagai suatu keseluruhan
interdisipliner. Sadr menyarankan agar orang memahami dan mempelajari
pandangan-pandangan dunia Islam lebih dulu jika ingin mendapatkan hasil yang
memuaskan dalam menganalisis sistem ekonomi Islam. Islam mmberikan bimbingan
dalam semua bidang kehidupan. Hal ini tidak hanya dapat disimpulkan dari
hukum-hukum islam, akan tetapi sumber-sumber islam itu sendiri menekankannya. Manusia
mempunyai dua kepentingan yang saling bertentanganan secara potensial, yakni
kepentingan pribadi dan sosial. Persoalan pun muncul dan Sadr melihat bahwa
solusinya ada pada agama. Dan ini lah peran yang dimainkan oleh agama dalam
sistem ekonomi Islam.
Di
dalam pemikiran ekonominya, Sadr membedakan produksi dan distribusi. Tetapi ia
melihat hubungan antara keduanya sebagai persoalan sentral di dalam ekonomi.
Jika produksi merupakan suatu proses dinamis, yang berubah seiring dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, maka distribusi dianggap sebagai bagian dari
sistem sosial, yakni bagian dari hubungan total antarmanusia. Bagi Sadr, sistem
sosial muncul dari kebutuhan manusia, bukan dari cara-cara produksi. Sadr juga
menolak pandangan Marxis mengenai masyarakat dan perubahan yang menyatakan
bahwa di dalam masyarakat tersimpan potensi pertentangan kelas karena tidak
sesuai mode produksi dan hubungan produksi.
Meskipun
Sadr mengakui bahwa pendekatanya bersifat hukum, ia menolak jika dikatakan
bahwa ekonomi Islam itu sama saja dengan fiqh muamalat dan hukum-hukum
yang berhubungan dengan hak kepemilikan. Menurutnya doktrin Islam adalah
fondasi tempat terbentuknya hukum-hukum yang berhubungan dengan ekonomi. Dalam
hubungan ini, Sadr yakin akan adanya suatu sistem ekonomi yang telah selesai
terbentuk dengan sempurna, meskipun barangkali belum secara eksplisit ternyatakan di dalam sumber-sumber Islam
yakni Al-Qur’an, Sunnah dan perkataan para Imam Syari’ah.
Pernyataan Sadr mengenai ijtihad
membawa peran para mujtahid, yang opininya dipandang otoritatif, ke
garis terdepan. Di dalam batas-batas itu, dapatlah dikatakan bahwa Sadr
membolehkan adanya kemungkinan terjadinya opini yang berbeda-beda mengebai
persoalan ekonomi; semuanya samah sahnya dan sama-sama diambil dari Al-Qur’an,
Sunnah dan perkataan para Imam. Dalam kenyataannya kemampuan untuk menerima
opini dari berbagai mujtahidun itu merupakan bagian dari metodologi yang
dipakai oleh Sadr. Oleh karena seorang mujtahid bukanlah seorang yang
tak bisa salah dan mungkin saja membuat kesalahan di dalam keputusannya. Sadr
tetap menyukai fleksibilitas ini dibandingkan dengan ketaatan dogmatis terhadap
seorang mujtahid.
Sadr
menyatakan bahwa rational economic man itu tidak cocok dengan sistem
ekonomi Islam. Sebagai gantinya ada Islamic man, yakni seorang individu
yang merasa sebagai bagian dari keseluruhan ummah, serta dilandasi oleh
ruh dan praktik keagamaan. Tidak seperti rational economic man, maka
Islamic man beriman kepada
spiritual atau dunia yang tak terlihat, dan hal ini menjadikannya tidak begitu
melekat pada dunia materi.
Sadr
juga tidak percaya pada gagasan ‘kelarasan kepentingan’ yang menjadi dasar
penekanan sistem kapitalis atas ‘kebebasan individu’. Ia tidak mengakui pandangan
yang menyatakan bahwa kesejahteraan publik akan menjadi maksimum jika para
individu diberi kebebasan untuk mengejar kepuasan dan kepentingan
masing-masing. Sebaliknya ia malahan melihat itu sebagai sumber masalah sosial
ekonomi. Sadr juga memilih bersandar pada agama untuk menyeimbangkan
kesejahteraan individu dan publik, bukan pada pemerintahan. Pasar memiliki
peranan sendiri dan negara pun punya peranan sendiri pula, tetapi lebih penting
dari semua itu, terdapat pengaruh dan petunjuk agama yang lebih utama di dalam
sistem ekonomi Sadr.
Implikasi
terpenting dari pandangan Islam mengenai kebebasan adalah konsekuensinya
terhadap hak milik. Sadr mencela mereka
yang membandingkan atau bahkan merendahkan sistem ekonomi Islam terhadap
kapitalisme, sosialisme maupun sistem campuran, tanpa lebih dahulu berusaha
memahami padangan-dunia Islam dan bagaimana nilai-nilainya menentukan padangan
Islam sendiri yang unik mengenai kepemilikan, yakni kepemilikan pribadi,
masyarakat, dan negara yang masing-masing berpotensi di dalam wilayahnya
sendiri-sendiri.
Yang
ingin dikatakan oleh Sadr adalah bahwa membahas ekonomi Islam, kita harus
membebaskan diri kita sendiri lebih dulu dari kerangka pemikiran dan ide barat,
lalu mendasarkan opini kita pada pandangan-dunia kita sendiri.
2.3.2 Pokok Pemikiran Ekonomi Muhammad Baqir Ash-Sadr
2.3.2.1 Definisi ekonomi Islam (Proses Penggalian Doktrin Ekonomi Islam)
Dalam mendefinisikan ekonomi Islam, Baqir Sadr mencoba memberikan sebuah
intepretasi baru yang bisa dikatakan original. Pendefinisian tersebut di mulai
dari membangun kerangka dasar dengan membuat perbedaan yang signifikan antara
ilmu ekonomi dan doktrin ekonomi.
Menurut Sadr, ilmu ekonomi merupakan ilmu yang berhubungan dengan
penjelasan terperinci perihal kehidupan ekonomi, peristiwa-peristiwanya,
gejala-gejala (fenomena-fenomena) lahiriahnya, serta hubungan antara
peristiwa-peristiwa dan fenomena-fenomena tersebut dengan sebab-sebab dan
factor-faktor umum yang memepengaruhinya. Definisi ini jika dirujuk ke paradigma
konvensional dapat ditemukan serupa dalam pemikiran Samuelson yang menyatakan
bahwa “Ilmu ekonomi merupakan ilmu mengenai cara-cara manusia dan masyarakat
dalam menentukan atau menjatuhkan pilihan dengan atau tanpa uang untuk
menggunakan sumber-sumber produktif yang langka yang dapat mempunyai
pengunaan-penggunaan alternatif untuk memproduksi berbagai barang serta
membaginya untuk dikonsumsi baik untuk waktu sekarang maupun yang akan datang
kepada berbagai golongan dan kelompok di dalam masyarakat”.
Sedangkan doktrin ekonomi adalah cara atau metode yang dipilih dan diakui
oleh suatu masyarakat dalam memecahkan setiap problem praktis ekonomi yang
dihadapinya. Dari hal ini, Sadr selanjutnya menyatakan bahwa perbedaan yang
signifikan dari kedua terminologi di atas adalah bahwa doktrin ekonomi
berisikan setiap aturan dasar dalam kehidupan ekonomi yang berhubungan dengan
ideologi seperti nilai-nilai keadilan. Sementara ilmu ekonomi berisikan setiap
teori yang menjelaskan realitas kehidupan ekonomi yang terpisah dari kerangka
ideologi. Nilai-nilai keadilan inilah yang bagi Sadr sebagai tonggak pemisah
antara gagasan doktrin ekonomi dengan teori-teori ilmiah ilmu ekonomi.
Dari hal ini, Sadr menyimpulkan bahwa ekonomi Islam merupakan sebuah
doktrin dan bukan merupakan suatu ilmu pengetahuan, karena ia adalah cara yang
direkomendasiakan Islam dalam mengejar kehidupan ekonomi, bukan merupakan suatu
penafsiran yang dengannya Islam menjelaskan peristiwa-peristiwa yang terjadi
dalam kehidupan ekonomi dan hukum-hukum yang berlaku didalamnya.
2.3.2.2 Karakteristik Ekonomi Islam
Dengan definisi ekonomi Islam di atas, selanjutnya dalam beberapa
pembahasan Sadr merumuskan karakteristik ekonomi Islam yang terdiri atas :
a. Konsep Kepemilikan Multi Jenis (Multitype Ownership)
Dalam pandangan Sadr, ekonomi Islam memiliki konsep kepemilikan yang
dikatakan sebagai kepemilikan multi jenis. Bentuk kepemilikan tersebut
dirumuskan dalam 2 kelompok yakni bentuk kepemilikan swasta (private) dan
kepemilikan bersama yang terbagi menjadi dua bentuk kepemilikan yakni
kepemilikan public dan kepemilikan Negara. Kepemilikan swasta (private) dalam
pandangan Sadr hanya terbatas pada hak memakai dan adanya prioritas untuk
menggunakan serta hak untuk melarang orang lain untuk menggunakan sesuatu yang
telah menjadi miliknya. Dalam hal ini, Sadr dan seluruh pemikir ekonomi baik
klasik maupun kontemporer sepakat bahwa yang dimiliki oleh manusia hanyalah
sebatas kepemilikan sementara, sedangkan kepemilikan yang mutlak hanya terdapat
pada Allah SWT. Bentuk kepemilikan kedua adalah kepemilikan bersama. Dalam hal
ini seperti diatas telah disinggung bahwa bentuk kepemilikan bersama ini
terbagi menjadi dua jenis yakni kepemilikan public dan kepemilikan Negara.
Perbedaan kepemilikan public dengan kepemilikan Negara adalah terletak pada
tata cara pengelolaannya. Bagi Sadr, kepemilikan public harus digunakan untuk
kepentingan seluruh anggota masyarakat. Beberapa sector kepemilikan public
semisal keberadaan rumah sakit, sekolah, dan infrastruktur jalan. Sedangkan
kepemilikan Negara dapat digunakan tidak hanya bagi kebaikan semua orang,
melainkan juga dapat digunakan untuk suatu bagian tertentu dari masyarakat,
jika memang negara menghendaki demikian.
b. Pengambilan Keputusan, Alokasi Sumber dan Kesejahteraan Publik.
Fakta
bahwa pemilikan Negara mendominasi sistem ekonomi Islam, pada akhirnya
mendorong lahirnya sebuah gagasan bahwa peran pemerintah dalam bidang ekonomi
sangatlah penting. Dalam hal ini, beberapa fungsi pokok pemerintah dalam bidang
ekonomi antara lain :
1. Mengatur sistem distribusi kekayaan berdasarkan pada kemauan dan kapasitas
kerja masing-masing individu dalam masyarakat.
2. Mengintegrasikan aturan hukum Islam dalam setiap penggunaan dan pengelolaan
sumber daya alam.
3. Membangun sistem kesejahteraan masyarakat melalui terjaminnya keseimbangan
sosial dalam masyarakat.
c. Larangan Riba dan Pengimplementasian Zakat
Sebagaimana
pemikiran ekonom muslim lain, Sadr juga berpendapat bahwa riba adalah sesuatu
yang harus dijauhkan dari interaksi ekonomi masyarakat. Sedangkan zakat
merupakan instrument setrategis yang dapat membantu merealisasikan
kesejahteraan ditengah-tengah kehidupan masyarakat.
2.3.2.3 Pandangan Islam Tentang Masalah Ekonomi.
Menurut Sadr, masalah-masalah ekonomi lahir bukan disebabkan oleh
kelangkaan sumber-sumber material ataupun terbatasnya kekayaan alam. Hal ini didukung
dengan dalil al-Qur’an Surah Al-Qamar: 49 yang menyatakan : “Sesungguhnya
kami menciptakan segala sesuatu menurut ukurannya”.
Dengan demikian, karena segala sesuatunya sudah terkur dengan sempurna,
sebenarnya Allah telah memberikan sumber daya yang cukup bagi seluruh manusia
didunia. Dari ayat tersebut yang kemudian diperkuat dalam al-Qur’an S. Ibrahim
:32-34, Sadr berpendapat bahwa permasalahan ekonomi muncul karena disebabkan
oleh dua faktor yang mendasar. Pertama adalah karena prilaku manusia yang
melakukan kezaliman dan kedua karena mengingkari nikmat Allah SWT. Dzalim
disini dimaksudkan bahwa betapa banyak ditemukan dalam realitas empiris, manusia
dalam aktivitas distribusi kekayaan cenderung melakukan kecurangan-kecurangan
untuk memperoleh keuntungan pribadi semata, seperti melakukan tindakan
penimbunan atau ikhtikar. Sedangkan yang dimaksud ingkar adalah manusia
cenderung menafikan nikmat Allah dengan semena-mena mengeksolitasi
sumber-sumber alam.
Dari kedua aspek tersebut, Sadr menyimpulkan sebagai salah satu faktor yang
dominan yang menjadi akar lahirnya permasalahan ekonomi dalam kehidupan
manusia, bukan karena akibat terbatasnya alam atau karena ketidakmampuan alam
dalam merespon setiap dinamika kebutuhan manusia. Menurut Sadr, masalah
tersebut hanya dapat teratasi dengan mengakhiri kedzaliman dan keingkaran
manusia. Salah satu cara yang ditawarkan Sadr adalah dengan menciptakan
hubungan yang baik antara distribusi dan mobilisasi segenap sumber daya
material untuk memakmurkan alam serta menyibak segala kekayaan. Di sisi lain,
Baqr Sadr melihat bahwa paradigma sistem sekular yang menyatakan bahwa sumber
daya alam adalah terbatas yang dihadapkan pada kebutuhan manusia yang tidak
terbatas sebagai kunci lahirnya permasalahan ekonomi, adalah sebagai sesuatu
penghindaran sesuatu yang sudah ada solusinya, dengan menyuguhkan penyebab
imajiner yang tidak ada solusinya.
2.3.2.4 Teori Produksi
Dalam aktivitas produksi Sadr, mengklasifikasi dua aspek yang mendasari
terjadinya aktivitas produksi. Pertama adalah aspek obyektif atau aspek ilmiah
yang berhubungan dengan sisi teknis dan ekonomis yang terdiri atas
sarana-sarana yang digunakan, kekayaan alam yang diolah, dan kerja yang
dicurahkan dalam aktivitas produksi. Aspek obyektif ini berusaha untuk menjawab
masalah-masalah efisiensi teknis dan ekonomis yang berkenaan dengan 3
pertanyaan dasar yang terkenal dengan istilah The Three Fundamental Economic
Problem yang meliputi what, how dan for whom. Kedua adalah aspek subyaktif .
Yaitu aspek yang terdiri atas motif psikologis, tujuan yang hendak dicapai
lewat aktifitas produksi, dan evaluasi aktivitas produksi menurut berbagai konsepsi
keadilan yang dianut. Sisi obyektif aktivitas produksi adalah subyek kajian
ilmu ekonomi baik secara khusus maupun dalam kaitannya dengan ilmu pengetahuan
lainnya guna menemukan hukum-hukum umum yang mengendalikan sarana-sarana
produksi dan kekayaan alam supaya dalam satu kondisi manusia dapat menguasai
hokum-hukum tersebut dan memanfaatkannya untuk mengorganisasi sisi obyektif
produksi secara lebih baik dan lebih sukses.
Selain itu, menurut Sadr sumber asli produksi dijabarkan dalam tiga
kelompok yang terdiri atas alam, modal dan kerja. Adapun sumber alam yang
dipergunakan untuk aktivitas produksi Sadr membaginya kembali kedalam tiga
kelompok, yakni tanah, substansi-substansi primer dan aliran air.
a. Strategi Pertumbuhan Produksi
Dalam rangka mewujudkan pertumbuhan produksi, Sadr menawarkan dua strategi.
Strategi tersebut terdiri atas strategi doctrinal/intelektual dan strategi
legislatife/hukum.
1. Strategi doctrinal/ intelektual.
Strategi ini bertolak pada asumsi bahwa manusia termotivasi untuk bekerja
keras di pandang ibadah jika dilaksanakan dengan pemahaman dan niat seperti
yang dinyatakan dalam al-Quran. Membiarkan sumber-sumber menganggur, melakukan
pengeluaran mubadzir ataupun produksi barang-barang haram adalah terlarang
dalam ajaran Islam. Pemikiran demikian merupakan yang dikatakan sebagai
landasan doctrinal dalam mewujudkan pertumbuhan produksi.
2. Strategi legislatif/hukum.
Untuk
keberlangsungan strategi doktrinal di atas, maka diperlukan aturan hukum yang
membackup stratedi doktrianl tersebut. Beberapa strategi legislatif atau aturan
hukum yang ditawarkan oleh Sadr, antara lain sebagai berikut:
a. Tanah yang menganggur dapat disita oleh Negara dan meredistribusikannya
kepada orang lain yang mampu dan mau menggarapnya.
b. Larangan terhadap hima yakni
memiliki tanah dengan jalan paksa.
c. Larangan kegiatan transaksi yang
tidak produktif, seperti membeli murah dan menjulnya dengan harga yang mahal
tanpa bekerja.
d. Pelarangan riba, ikhtikar, pemusatan sirkulasi kekayaan dan melakukan
tindakan yang berlebihan atau mubadzir.
e. Melakukan regulasi pasar dan mengkontrol situasi pasar.
b. Kebijakan Ekonomi Untuk Meningkatkan Produksi
Sarana-sarana di atas adalah sumbangsih Islam sebagai sebuah doktrin dalam
pertumbuhan produksi dan peningkatan kekayaan. Setelah memberikan sumbangsih
tersebut, Islam menyerahkan langkah-langkah selanjutnya kepada Negara dengan
mengkaji berbagai situasi dan kondisi obyektif kehidupan ekonomi. Melakukan
survei dan sensus tentang kekayaan alam, apa saja yang dimiliki Negara, lalu
mengkaji secara komperhemsif tenaga kerja dalam masyarakat serta berbagai
kesulitan dan kehidupan yang mereka jalani.
Berdasarkan semua itu, dalam batas-batas doctrinal diformulasikan
kebijakakan ekonomi yang mengarah kepada pertumbuhan produksi dan peningkatan
kekayaan yang ikut andil dalam mempermudah serta mempernyaman kehidupan
masyarakat. Atas dasar pemikiran ini Sadr, memahami hubungan antara agama
dengan kebijakan ekonomi Negara adalah satu kesatuan yang utuh. Dala hal ini,
Negara dapat mematok jangka waktu tertentu seperti 5 tahun untuk mencapai
tujuan atau target tertentu. Kebijakan seperti ini bukan merupakan unsur pokok
agama begitupun penentu serta formulasinya pun bukan tugas agama, melainkan
hasil pembumian nilai-nilai Syari’ah oleh pemerintah.
2.3.2.5 Distribusi Kekayaan
Dalam
pemikiran Sadr, distribusi kekayaan berjalan pada dua tingkatan, yang pertama
adalah distribusi sumber-sumber produksi dan yang kedua adalah distribusi
kekayaan produktif. Pokok pikiran yang di maksud Sadr, sebagai sumber-sumber
produktif adalah terkait dengan tanah, bahan-bahan mentah, alat-lat dan mesin
yang dibutuhkan untuk memproduksi beragam barang dan komoditas.
Sedangkan yang termasuk dengan kekayaan produktif hasil dari proses pengolahan
atau hasil dari aktivitas produksi melalui kombinasi sumber-sumber produsi yang
di hasilkan manusia melaui kerja. Berkenaan dengan ini pula, maka
prinsip-prinsip menjaga adilnya sirkulasi kekayaan dan keseimbangan harta
ditengah-tengah kehidupan masyarakat juga masuk dalam konsepsi Sadr sebagaimana
pemikiran ekonomi Islam lainnya.
2.3.2.6 Tanggung Jawab Pemerintah Dalam Bidang Ekonomi
Menurut Sadr, fungsi pemerintah dalam bidang ekonomi terdapat beberapa
tanggung jawab. Tanggung jawab atau fungsi pemerintah dalam bidang ekonomi
tersebut antara lain berkenaan dengan pertama, penyediaan akan terlaksananya
Jaminan Sosial dalam masyarakat, kedua berkenaan dengan tercapainya
keseimbaangan social dan ketiga terkait adannya intervensi pemerintah dalam
bidang ekonomi.
a. Jaminan Sosial Di Tengah-Tengah Kehidupan Masyarakat.
Islam telah menugaskan Negara untuk menyediakan jaminan social guna
memelihara standart hidup seluruh individu dalam masyarakat. Dalam hal ini,
menurut Sadr jaminan social tersebut terkait dengan dua hal, yakni pertama
Negara harus memberikan setiap individu kesempatan yang luas untuk melakukan
kerja produktif sehingga ia bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dari kerja dan
usahanya sendiri.
Bentuk jaminan social yang kedua adalah di dasari atas kenyataan bahwa stiap individu memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Dalam hal ini, jika individu dalam kondisi yang tidak mampu melakukan aktifitas kerja produktif sebagaimana yang dimaksud dalam bentuk jamianan social yang pertama, maka Negara wajib mengaplikasikan jaminan social bagi kelompok yang demikian dalam bentuk pemberian uang secara tunai untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan untuk memperbaiki standart kehidupanya.
Bentuk jaminan social yang kedua adalah di dasari atas kenyataan bahwa stiap individu memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Dalam hal ini, jika individu dalam kondisi yang tidak mampu melakukan aktifitas kerja produktif sebagaimana yang dimaksud dalam bentuk jamianan social yang pertama, maka Negara wajib mengaplikasikan jaminan social bagi kelompok yang demikian dalam bentuk pemberian uang secara tunai untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan untuk memperbaiki standart kehidupanya.
Prinsip jamianan social dalam Islam didasarkan pada dua basis doctrinal. Pertama
keharusan adanya kewajiban timbal balik dalam masyarakat. Kedua hak masyarakat
atas sumber daya ( kekayaan ) public yang dikuasai Negara. Kedua basis tersebut
memiliki batas dan urgensi tersendiri yang berkenaan dengan penentuan jenis
kebutuhan apa yang pemenuhannya harus dijamin, juga berkenaan dengan penetapan
standart hidup minimal yang harus dijamin oleh prinsip jaminan social bagi
setiap individu.
b. Mewujudkan
Keseimbangan Sosial
Konsep kesembangan social yang ditawarkan oleh Sadr adalah konsep
keseimbangan yang didasarkan pada dua asumsi dasar. Pertama fakta kosmik dan
fakta doctrinal.
Fakta kosmik merupakan suatu perbedaan yang eksis ditengah-tengah kehidupan
masyarakat. Menurut Sadr, adalah suatu fakta yang tidak bisa diingkari oleh
siapapun bahwa setiap individu secara alamiah memiliki bakat dan potensi yang
berbeda-beda. Perbedaan tersebut dalam satu titik pada akhirnya akan melahirkan
perbedaan dalam kehidupan masyarakat. Dalam hal ini, perbedaan tersebut dikenal
dengan strata social. Dari hal ini, menurut Sadr adalah tidak dapat dibenarkan
bahwa perbedaan yang bersifat bawaan atau kosmik di atas merupakan hasil dari
proses sejarah yang bersifat eksidental, sebagaiamana Marx dan para pengikutnya
memaknai proses tranformasi system kehidupan masyarakat dari tingkatan komunal
menuju system puncak yakni komunisme adalah berakar dari proses dialektis dalam
relasi produksi (interaksi ekonomi).
Adapun fakta doctrinal adalah hukum distribusi yang menyatakan bahwa kerja
adalah salah satu instrument terwujudnya kepemilikan pribadi yang membawa
konsekuensi atas segala sesuatu yang melekat padanya. Dari hal tersebut diatas,
maka konsep keseimbangan social dalam Islam menurut Sadr adalah konsep
keseimbangan yang harus didasarkan pada dua asumsi dasar di atas.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari
pembahasan makalah di atas dapat kita simpulkan bahwa salah satu pemikir
ekonomi kontemporer yang terkenal adalah Baqir Ash-Shadir. Ia memiliki nama lengkap yaitu Asy-Syahid
Muhammad Baqir Ash-Shadir dan dilahirkan di Kadhimiyeh, Baghdad pada 1935. Ia menuntut
pengajaran Islam tradisional di hauzah atau sekolah tradisional di Iraq.
Pada umur 20 tahun ia telah memperoleh derajat mujtahid mutlaq.
Karya terbesar yang
dimilikinya adalah Iqtishaduna (Ekonomi Kita). Karyanya ini menjelaskan
secara komprehensif sistem ekonomi islam dan mengkritik secara
argumentatif pandangan-pandangan Marxisme, Sosialisme dan Kapitalisme.
Pokok pemikiran ekonomi Muhammad Baqir Ash-Sadr yaitu pertama, tentang definisi ekonomi islam
(Proses Penggalian Doktrin Ekonomi Islam). Kedua, tentang karakteristik ekonomi
islam yang meliputi : konsep kepemilikan multi jenis (Multitype Ownership),
pengambilan keputusan, alokasi sumber dan kesejahteraan publik dan larangan riba
dan pengimplementasian zakat. Ketiga, tentang pandangan islam tentang masalah
ekonomi. Keempat, tentang teori produksi yang meliputi : strategi pertumbuhan
produksi, dan kebijakan ekonomi untuk meningkatkan produksi. Kelima, tentang
distribusi kekayaan. Terakhir , tentang tanggung jawab pemerintah dalam bidang
ekonomi yang meliputi : jaminan sosial di tengah-tengah kehidupan masyarakat,
dan mewujudkan keseimbangan sosial
DAFTAR PUSTAKA
A.Karim, Adiwarman. 2012. Ekonomi Mikro Islam.
Jakarta : Rajawali Pers.
Haneef,
Mohammed Aslam. 2010. Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer Analisis
Komparatif Terpilih. Jakarta
: Rajawali Pers.
Hashem, M. 2002. Keunggulan Ekonomi Islam. Jakarta : Pustaka
Zahra.
https://marx83.wordpress.com
Sumar’in. 2013. Ekonomi Islam Sebuah Pendekatan Ekonomi Mikro
Perspektif Islam.
Yogyakarta : Graha Ilmu.
ii
Comments
Post a Comment