Makalah Transaksi Istisna' dan Istisna' Paralel
Makalah Akuntansi Perbankan Syariah
AKUNTANSI TRANSAKSI ISTISHNA’ DAN
ISTISHNA’ PARALEL
Oleh :
Kelompok 8
MAULIDAR AGUSTINA (1401104010024)
RAHMATILLAH (14011040100 )
EKONOMI ISLAM FAKULTAS EKONOMI DAN
BISNIS UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM
2016
KATA PENGANTAR
Segala
puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya sehingga
makalah ini dapat terselesaikan. Shalawat beserta salam semoga selalu
tercurahkan kepada kekasih Allah SWT yakni Nabi Muhammad Saw, pembawa risalah
yang menjadi petunjuk dan rahmat bagi seluruh alam semesta. Makalah sederhana
ini akan membahas mengenai Akuntansi Transaksi Istishna’ dan Istishna’ Paralel.
Selanjutnya akan di bahas lebih lanjut dalam bab-bab selanjutnya.
Seiring
dengan itu, tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing
yang telah memberikan motivasi dalam menyelesaikan makalah ini dengan harapan
semoga makalah singkat ini dapat berguna bagi para pembaca. Semoga pembaca
makalah dapat bertambah wawasannya.
Penulis
menyadari akan kekurangan dari makalah ini. Oleh karena itu, saran dan masukan
dari berbagai pihak sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah ini.
Semoga dengan selesainya makalah ini dapat berguna bagi pembaca.
Banda Aceh, 22 Desember 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Fenomena
jual beli dalam kehidupan sehari-hari merupakan fenomena yang menjadi kebiasaan
masyarakat. Terutama masyarakat Indonesia yang banyak berprofesi sebagai
pedagang. Jual beli diatur juga dalam syariah islam. Akan tetapi
pengetahuan masyarakat tentang jual beli berdasarkan syariah Islam
masih kurang, oleh karena itu banyak masyarakat yang melakukan jual beli
menyimpang dari syariat Islam.
Jual
beli terdiri dari dua macam, yaitu jual beli tunai dan jual beli secara
tangguh. Jual beli secara tangguh pun terbagi lagi menjadi tiga, yaitu jual
beli murabahah, salam dan istishna’. Jual beli salam dan istishna’ sebenarnya
jual beli yang serupa, hanya saja perbedaannya terletak dari keberadaan barang
yang dijadikan sebagai objek akad dan cara pembayaran yang sedikit berbeda.
Jual beli salam terjadi pada komoditas pertanian, perkebunan dan perternakan,
sedangkan jual beli istishna’ terjadi pada komoditas hasil industri yang
spesifikasinya dapat ditentukan oleh konsumen. Jual beli istishna’ merupakan
teknik jual beli yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari seperti
menjahit di tukang jahit dan lain sebagainya. Mungkin itu adalah jual beli istishna’
yang sederhana tapi hal teresebut adalah contoh kecil dari jual beli istishna’.
Akad
istishna’ merupakan produk lembaga keuangan syariah, sehingga jual beli ini
dapat dilakukan di lembaga keuangan syariah. Semua lembaga keuangan syariah
memberlakukan produk ini sebagai jasa untuk nasabah, selain memberikan
keuntungan kepada produsen juga memberikan keuntungan kepada konsumen atau
pemesan yang memesan barang. Sehingga lembaga keuangan syariah menjadi pihak
intermediasi dalam hal ini.
Dalam
perkembangannya, ternyata akad istishna lebih mungkin banyak digunakan di
lembaga keuangan syariah dari pada salam. Hal ini disebabkan karena barang yang
dipesan oleh nasabahatau konsumen lebih banyak barang yang belum jadi dan perlu
dibuatkan terlebih dahulu dibandingkan dengan barang yang sudah
jadi. Secara sosiologis barang yang sudah jadi telah banyak tersedia
di pasaran, sehingga tidak perlu dipesan terlebih dahulu pada saat hendak
membelinya. Oleh karena itu pembiayaan yang mengimplementasikan istishna’ bisa
menjadi salah satu solusi untuk mengantisipasi masalah pengadaan barang yang
belum tersedia.
Berkenaan
dengan latar belakang diatas, maka penulis bermaksud menjelaskan tentang
istishna dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan Istishna?
2.
Bagaimana
skema/alur transaksi Istishna?
3.
Apa
saja rukun dan syarat transaksi Istishna?
4.
Bagaimana
pengawasan syariah transaksi istishna?
5.
Bagaimana
implementasi istishna di lembaga keuangan syariah?
6.
Bagaimana
pengakuan, pengukuran dan penyajian istishna?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui apa itu Istishna.
2.
Mengetahui skema/alur transaksi Istishna.
3.
Mengetahui rukun dan syarat transaksi Istishna.
4.
Mengetahui pengawasan syariah transaksi istishna.
5.
Mengetahui implementasi istishna di lembaga keuangan syariah
6.
Mengetahui pengakuan, pengukuran dan penyajian istishna.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
dan penggunaan
Bai’ al istishna’ atau biasa disebut dengan istishna’ merupakan
kontrak jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan
criteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni’) dan penjual (pembuat,
shani’). Transaksi istishna’ memiliki kemiripan dengan transaksi salam, dalam
hal barang yang dibeli belum ada pada saat transaksi melainkan harus dilunasi
terlebih dahulu, tetapi dalam istishna’ barang yang diperjualbelikan biasanya
adalah barang manufaktur. Adapun dalam hal pembayaran, transaksi istishna’
dapat dilakukan di muka, malalui cicilan, atau ditangguhkan sampai suatu waktu
pada masa yang akan datang.
B.
Ketentuan
syar’I transaksi istishna’ dan istishna’ parallel
Ketentuanya diatur
dalam fatwa DSN nomor 06/DSN-MUI/IV/2000 tentang jual beli istishna’. Fatwa
tersebut mengatur tentang ketentuan pembayaran dan ketentuan barang.
C.
Rukun
transaksi istishna’
Rukun transaksi
istishna’ meliputi
·
Transaktor,
yakni pembeli (mushtashni’) dan penjual (shani’)
·
Objek
akad meliputi barang dan harga barang istishna’
·
Ijab
dan Kabul yang menunjukkan pernyataan kehendak jual beli istishna’ kedua belah
pihak.
D.
Transaktor
Transaktor terdiri
dari pembeli dan penjual. Kedua
transaktor disyaratkan memiliki kompetisi berupa akil baliqh dan kemampuan
memilih yang optimal seperti tidak gila, tidak sedang dipaksa, dan lain-lain
yang sejenis. Adapun untuk transaksi dengan anak kecil, dapat dilakukan dengan
izin dan pantauan dari walinya. Terkait dengan penjual, DSN mengharuskan agar
penjual menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan kualitas dan jumlah yang
telah disepakati. Penjual diperbolehkan menyerahkan barang lebih cepat dari
waktu yang telah disepakati dengan syarat kualitas dan jumlah barang sesuai
dengan kesepakatan dan ia tidak boleh menuntut tambahan harga.
Dalam hal pesanan
sudah sesuai dengan kesepakatan, hukumnya wajib bagi pembeli untuk menerima
barang istishna’ dan melaksanakan semua ketentuan dalam kesepakatan istishna’.
Akan tetapi, sekiranya pada barang yang dilunasi terdapat cacat atau barang
tidak sesuai dengan kesepakatn, pemesan memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk
melanjutkan atau membatalkan akad.
E.
Objek
istishna’
Rukun objek akad
transaksi jual beli istishna’ meliputi barang yang diperjualbelikan dan harga
barang tersebut. Terkait dengan barang istishna’, DSN dalam fatwanya menyatakan
bahwa ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi. Ketentuan tersebut antara
lain:
·
Harus
jelas spesifikasinya
·
Penyerahannya
dilakukan kemudian
·
Waktu
dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdsarkan kesepakatan
·
Pembeli
(mustashni’) tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya
·
Tidak
boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan
·
Memerlukan
proses pembuatan setelah akad disepakati
·
Barang
yang disrahkan harus sesuai dengan spesifikasi pemesan, bukan barang massal.
Terkait dengan alat pembayaran, DSN mensyaratkan alat bayar harus
diketahui jumlah dan bentuknya di awal akad. Ketentuan harga barang pesanan
tidak dapat berubah selama jangka waktu akad. Alat bayar bisa berupa uang,
barang, atau manfaat. Pemabayran harus dilakukan sesuai kesepakatan. Pembayaran
itu sendiri tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang.
F.
Ijab
dan Kabul
Ijab dan Kabul
istishna’ merupakan pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak, dengan
cara penawaran dari penjual (bank syariah) dan penerima yang dinyatakan oleh
pembeli (nasabah). Pelafalan dapat dilakukan dengan lisan, isyarat (bagi yang
tidak bisa bicara), tindakan maupun tulisan, bergantung pada praktik yang lazim
di masyarakat dan menunjukkan keridhaan satu pihak untuk menjual barang
istishna’ dan pihak lain untuk membeli barang istishna’. Menurut PSAK 104
paragraf 12, pada dasarnya istishna’ tidak dapat dibatalkan, kecuali memenuhi
kondisi:
·
Kedua
belah pihak setuju untuk menghentikannya
·
Akad
batak demi hokum Karena timbul kondisi hokum yang dapat menghalangi pelaksanaan
atau penyelesaian akad.
G.
Rukun
transaksi istishna’ paralel
Berdasarkan fatwa
DSN Nomor 6 tahun 2000, disebutkan bahwa
akad istishna’ kedua (antara bank sebagai pembeli dengan petani sebagai
penjual) harus dilakukan terpisah dari akad pertama. Adapun akad kedua baru
dilakukan setelah akad pertama sah. Rukun-rukun yang terdapat pada akad
istishna’ pertama juga berlaku pada akad istishna’ kedua.
H.
Pengawasan
syariah transaksi istisna’ dan istishna’ parallel
Untuk memastikan kesesuaian syariah terhadap praktik jual beli
istishna’ dan istishna’ paralel, DPS biasanya melakukan pengawasan syariah
secara priodik. Berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Bank Indonesia,
pengawasan tersebut dilakukan untuk:
a.
Memastikan
barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariat islam
b.
Meneliti
apakah bank membiayai pembuatan barang yang diperlukan nasabah sesuai pesanan
dan criteria yang disepakati
c.
Memastikan
akad istisna’ dan istishna’ paralel dibuat dalam akad yang terpisah
d.
Memastikan
bahwa akad istishna’ sudah dikerjakan sesuai kesepakatan hukumnya mengikat,
artinya tidak dapat dibatalkan kecuali memnuhi kondisi, antara lain,
·
Kedua
belah pihak setuju untuk menghentikan akad istishna’
·
Akad
istishna’ batal demi hokum karena timbul kondisi hokum yang dapat menghalangi
pelaksanaan atau penyelesaian akad.
I.
Alur
Transaksi Istishna’ dan Istishna’ Paralel
Pada istishna’
parallel terdapat tiga pihak yang terlibat, yaitu Bank, Nasabah, dan pemasok.
Pembiayaan dilakukan karena nasabah tidak dapat melakukan pembayaran atas
tagihan pemasok selama masa periode pembangunan, sehingga memerlukan jasa
pembiayaan dari bank. Atas pembiayaan terhadap pembangunan barang, maka bank
mendapatkan margin dari jual beli barang yang terjadi. Margin diperoleh dari
selisih harga beli bank kepada pemasok dengan harga jual akhir kepada nasabah.
Dimungkinkan juga, bank mendapatkan pendapatan selain margin berupa pendapatan
administer
Pertama,
nasabah memesan barang yang dikehendaki dan melakukan negosiasi kesepakatan
antara penjual dengan pembeli terkait transaksi istishna’ yang akan
dilaksanakan.
Kedua,
pada transaksi istishna’ setelah akad disepakati, penjual mulai membuat barang
yang diinginkan pembeli. Setelah barang dihasilkan, pada waktu yang sudah
ditentukan, penjual mengirim barang sesuai dengan spesifikasi kualitas dan
kuantitas yang telah disepakati kepada pembeli.
Ketiga,
setelah menyepakati transaksi istishna’ dalam jangka waktu tertentu, pemasok
kemudian mulai melakukan pengerjaan barang yang dipesan.
Keempat,
selama mengerjakan barang yang dipesan, pemasok melakukan tagihan kepada bank
syariah senilai tingkat penyelesaian barang pesanan.
Kelima,
bank syariah melakukan pembayaran kepada pembuat barang sebesar nilai yang
ditagihkan.
Keenam,
bank syariah melakukan tagihan kepada nasabah pembeli berdasarkan tingkat
penyelesaian barang.
Ketujuh, pemasok
menyerahkan barang kepada nasabah pembeli.
Kedelapan,
pemasok mengirimkan bukti pengiriman barang kepada bank syariah.
Kesembilan,
nasabah melunasi pembayaran barang istishna’ sesuai dengan akad yang telah
disepakati.
J.
Cakupan
Standar Akuntansi Istishna’ Paralel
Akuntansi istishna diatur dalam PSAK nomor 104 tentang
istishna’.terkait dengan pengakuan dan pengukuran transaksi, standar ini
mengatur tentang penyatuan dan segmentasi akad, pendapatan istishna’ dan
istishna’ paralel, istishna’ dengan pembayaran tangguh, biaya perolehan
istishna’, penyelesaian awal, pengakuan taksiran rugi, perubahan pesanan, dan
tagihan tambahan.
K.
Teknis
Perhitungan dan Penjurnalan Transaksii Istishna’
|
Kasus 11.1
Transaksi Istishna’
L.
Penjurnalan
Transaksi Istishna’
Transaksi Biaya Pra-Akad (Bank sebagi Penjual)
Berdasarkan PSAK 104 paragraf 25, disebutkan bahwa biaya perolehan
istishna’ terdiri dari biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung
meliputi biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung untuk membuat barang
pesanan. Adapun biaya tidak langsung adalah biaya overhead termasuk biaya akad
dan biaya praakad. Selanjutnya pada paragraph 26 disebutkan bahwa biaya
pra-akad diakui sebagai beban tangguhan dan diperhitungkan sebagai biaya
istishna’ jika akad disepakati.
Misalkan pada kasus 11.1 diatas, pada tanggaal 5 Februari 20XA,
untuk keperluan survey dan pembuatan desain bangunan yang akan diadikan acuan
spesifikasi barang, Bank Berkah Syariah telah mengeluarkan kas hingga Rp
2.000.000. jurnal untuk mengakui transaksi ini adalah sebagai berikut:
Tanggal
|
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
05/02/XA
|
Db, Beban
praakad yang ditangguhkan
|
2.000.000
|
|
|
Kr. Kas
|
|
2.000.000
|
Dalam laporan keuangan, beban praakad disajikan dalam neraca pada bagian
asset lancer dengan perlakuan seperti memperlakukan beban dibayar dimuka. Akan
tetapi, karena rekening ini bersifat sementara, biasanya saldo rekening ini
adalah nol dan tidak disajikan pada laporan keuangan.
Penandatanganan akad dengan pembeli (Bank sebagai Penjual)
Pada saat akad ditandatangani antara bank dengan pembeli, tidak ada
jurnal yang harus dibuat untuk mengakui adanya jula beli istishna’. Akan
tetapi, adannya kesepakatan jual beli istishna’ ini menyebabkan
pengeluaran-pengeluaran praakad diakui sebagai biaya istishna’. Berdaarkan PSAK
104 paragraf 26, dinyatakan bahwa biaya praakad diakui sebagai beban tangguhan
dan diperhitungkan sebagai biayay istishna’ jika akad disepakati.
Misalkan kasus dr. Ursila
dengan Bank Berkah Syariah diatas, transaksi istishna’ jadi disepakati
pada tanggal 10 Februari, maka jurnal pengakuan beban praakad menjadi biaya
istishna’ adalah sebagai berikut.
Tanggal
|
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
10/02/XA
|
Db. Biaya
istishna’
|
2.000.000
|
|
|
Kr. Beban praakad yang ditangguhkan
|
|
2.000.000
|
Dalam praktik perbankan, jika akad jadi disepakati, beberapa bank
memperlakukan beban praakad sebagai piutang istishna.
Pembuatan akad istishna’ Paralel dengan Pembuat Barang (Bank
sebagai Pembeli)
Seperti halnya saat akad istishna’ disepakati, pada saat akad
istishna’ paralel disepakati dengan pembuat barang, tidak ada jurnal yang harus
dibuat terkait dengan kesepakatan jual beli istishna’. Jurnal dilakukan jika
terdapat transaksi pembayaran uang kepada pembuat barang oleh bank syariah.
Dalam kasus 11.1 diketahui bahwa pembayaran dilakukaan berdasarkan tingkat
penyelesaian, sehingga pada saat akad, tidak ada kas yang harus dikeluarkan
oleh bank syariah.
Berdasarkan PSAK 104 paragraf 29 disebutkan bahwa biaya perolehan
istishna’ paralel terdiri dari:
1.
Biaya
perolehan barang pesanan sebesar tagihan produsen atau kontraktor kepada
entitas
2.
Biaya
tidak langsung, yaitu biaya overhead termasuk biaya akad dan praakad
3.
Semua
biaya akibat produsen atau kontraktor tidak dapat memenuhi kewajibannya, jika
ada.
Biaya perolehan istishna’ paralel diakui sebagai asset istishna’
dalam penyelesaian pada saat diterimanya tagihan dari produsen atau kontraktor
sebesar jumlah tagihan.
Penerima dan Pembayaran Tagihan kepada Penjual (pembuat) Barang Istishna’
Berdasarkan PSAK 104 paragraf 29 disebutkan bahwa pembeli mengakui
asset istishna’ sebesar jumlah termin yang ditagih oleh penjual yang dalam hal
ini pembuat barang dan sekaligus mengakui utang istishna’ kepada pembuat barang
tersebut. Dijelaskan lebih lanjut dalam PAPSI 2013 (h. 4.18) bahwa tagihan
supplier kepada bank atas sebagian barang pesanan yang telah diselesaikan
diakui sebagai “aktiva istishna dalam penyelesaian” dan “utang istishna”
sebesar tagihan supplier.
Dalam kasus 11.1, disebutkan bahwa mekanisme pembayaran dilakukan
dalam tiga termin, yaitu pada saat penyelesaian 20%, 50%, dan 100%. Misalkan
dalam perjalanannya, realisasi tagihan ketiga termin tersebut ditunjukkan dalam
tebel berikut.
No. Termin
|
Tingkat
penyelesaian
|
Tangal
Penagihan
|
Jumlah
tagihan (Rp)
|
Tanggal
Pembayar-an
|
Jumlah
Pembayaran (Rp)
|
I
|
20%
|
1 April
|
26.000.000
|
8 April
|
26.000.000
|
II
|
50%
|
15 Mei
|
39.000.000
|
22 Mei
|
39.000.000
|
III
|
100%
|
25 Juni
|
65.000.000
|
2 Juli
|
65.000.000
|
Misalkan pada tanggal 1 April, PT Thariq Kontruksi menyelesaikan
20% pembangunan dan menagih pembayaran termin pertama sebesar Rp 26.000.000
(20% x Rp 130.000.000) kepada Bank Berkah Syariah. Jurnal pengakuan penagihan
pembayaran oleh pembuat barang adalah sebagai berikut.
Tanggal
|
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
01/04/XA
|
Db. Aset
istishna dalam penyelesaian
|
26.000.000
|
|
|
Kr. Utang istishna
|
|
26.000.000
|
Adapun dasar pembukaan transaksi adanya utang istishna’ dan
timbulnya asset istishna’ dalam penyelesaian adalah dokumen tagihan. Dokumen
tagihan umumnya didasari oleh dokumen teknis progres pembangunan barang. Pada
perkerjaan yang nilainya besar, dokumen progres dikeluarkan oleh appraisal
independen yang disepakati kedua belah pihak.
Selanjutnya, untuk
membayar tagihan pembuat barang, bank syariah dapat membayar secara tunai
maupun kredit rekening. Praktik yang lazim di perbankan, tagihan biasa dibayar
melalui rekening.
Misalkan
pembayaran dilakukan tanggal 8 April, maka jurnal pembayaran tersebut adalah
sebagai berikut.
Tanggal
|
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
08/04/XA
|
Db. Utang
istishna’
|
26.000.000
|
|
|
Kr. Kas/rekening nasabah pemasok
|
|
26.000.000
|
Jurnal sejenis juga dilakukan pada saat penerimaan tagihan dan
pembayaran kedua (penyelesaian 50%) dan ketiga (penyelesaian 100%).
Misalkan,tagihan
kedua diterima pada tanggal 15 Mei dan diikuti dengan pembayaran oleh bank pada
tanggal 22 Mei 20XA. Tagihan ketiga diterima tanggal 25 Juni 20XA dan
dibayarkan pada tanggal 2 Juli 20XA. Jurnal untuk transaksi tersebut adalah
sebagai berikut.
Tanggal
|
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
15/05/XA
|
Db. Asset
istishna dalam penyelesaian
|
39.000.000
|
|
|
Kr. Utang Istishna’
|
|
39.000.000*
|
|
*(50%-20%)x
Rp 130.000.000 = Rp 39.000.000
|
|
|
|
|
|
|
22/05/XA
|
Db. Utang
istishna’ – pembuat barang
|
39.000.000
|
|
|
Kr. Kas/rekening nasabah pemasok
|
|
39.000.000
|
|
|
|
|
25/06/XA
|
Db. Asset
istishna dalam penyelesaian
|
65.000.000
|
|
|
Kr. Utang Istishna’
|
|
65.000.000*
|
|
*(100%-50%)x
Rp 130.000.000 = Rp 65.000.000
|
|
|
|
|
|
|
02/07/XA
|
Db.Utang
istishna’ – pembuat barang
|
65.000.000
|
|
|
Kr. Kas/rekening nasabah pemasok
|
|
65.000.000
|
Umumnya, pembayaran dilakukan tidak 100% lunas pada saat serah
terima barang selesai, namun ditahan sebesar 5% untuk masa commissioning.
Lima persen merupakan nilai best practice. Setelah bank yakin tidak ada
permasalahan teknis atas barang yang selesai dibangun, baru 5% sisa
pembayarandiserahkan. Masa commission dapat berlangsung 1-3 bulan setelah
penyerahan barang tergantung dari kesiapan penggunaan operasional asset
istishna’ tersebut.
Pengakuan Pendapatan Istishna’
Pada Istishna’ paralel, terdapat dua metode pengakuan pendapatan,
yaitu metode persentase penyelesaian dan metode akad selesai. Pada metode akad
selesai, pengakuan pendapatan diakui setelah barang selesai. Pengakuan pendapatan
di belakang berlaku juga untuk metode persentase penyelesaian di mana tidak
terdapat alasan rasional yang kuat untuk mengukur persentase penyelesaian
(progress pekerjaan atas barang yang dibangun).
Pada metode persentase penyelesaian, pendapatan diakui sesuai
persentase penyelesaian dan menambah nilai aset istishna’ dalam penyelesaian.
Dasar dari pengakuan pendapatan adalah alasan rasional yang terdokumentasi di
mana bank dapat menaksir persentase penyelesaian barang secara moneter untuk dijadikan nilai
harga pokok jual beli. Pengakuan pendapatan ini dapat dilakukan secara periodik
(bulanan, triwulanan, dll) atau pada periode tertentu sepanjang bank memiliki
dokumen persentase penyelesaian.
Berdasarkan PSAK 104 paragraf 18, disebutkan bahwa jika metode
persentase penyelesaian digunakan, maka :
1.
Bagian
nilai akad yang sebanding dengan pekerjaan yang telah diselesaikan dalam
periode tersebut, diakui sebagai pendapatan istishna’ pada periode yang
bersangkutan.
2.
Bagian
margin keuntungan istishna’ yang diakui selama periode pelaporan ditambahkan
kepada aset istishna dalam penyelesaian,
3.
Pada
akhir periode harga pokok istishna’ diakui sebesar biaya istishna’ yang telah
dikeluarkan sampai dengan periode tersebut.
pada proyek dengan periode pembuatan atau konstruksi aset istishna'
yang melewati satu periode laporan keuangan, maka timbul konsekuensi bahwa bank
tidak dapat mengakui adanya pendapatan. Untuk itu, bank cenderung memilih
penggunaan metode persentase penyelesaian dan menyusun jadwal pembayaran piutang dari nasabah yang besarnya disesuaikan
kemampuan arus kas nasabah. Hal ini akan menghindari tiadanya pendapatan bank
terlalu lama yang ujungnya mengakibatkan bagi hasil untuk nasabah deposan
mwnurun atau rendah pada periode tersebut. Termin istishna disajikan sebesar
jumlah tagihan termin Bank kepada nasabah.
Untuk kasus 11.1 di atas, dengan menggunakan metode persentase
penyelesaian, maka pendapatan diakui sesuai dengan persentase penyelesaian.
Adapun perhitungan pendapatan istishna', harga pokok istishna' dan keuntungan
adalah sebagai berikut
·
Pendapatan
istishna diukur sebesar bagian nilai akad yang sebanding dengan pekerjaan yang
telah diselesaikan dalam periode tersebut. Pendapatan istishna= persentase
penyelesaian x nilai akad penjualan. Maka pada tanggal 10 April saat
penyelesaian 20%, diakui pendapatan sebesar Rp.30.000.000 (20%xRp.150.000.000).
·
Harga
pokok istishna' diakui sebesar persentase penyelesaian aset istishna'. Harga
pokok istishna'= persentase penyelesaian x nilai akad pembelian = 20%xRp.130.000.000
= Rp.26.000.000
·
Keuntungan
istishna' yang dimaksud adalah bagian margin keuntungan istishna' yang diakui
selama periode pelaporan yang ditambahkan kepada aset istishna' dalam
penyelesaian.
Keuntungan istishna' =
Persentase penyelesaianx margin keuntungan istishna'
= 20% x (Rp.150.000.000-Rp.130.000.000)
= 20% x Rp20.000.000
= Rp4.000.000
Dalam jurnal penyesuaian yang dibuat, pengakuan keuntungan
istishna' dilakukan dengan mendebit asset istishna' dalam penyesuaian sebesar
Rp4.000.000.
Secara keseluruhan, jurnal yang terkait dengan
transaksi pengakuan pendapatan aset penyelesaian 20%, 50%, dan 100 % adalah
sebagai berikut :
Tanggal
|
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
10/04/XA
|
Db. Aset
istishna’ dalam penyelesaian
|
4.000.000
|
|
|
Db. Harga pokok
istishna
|
26.000.000
|
|
|
Kr. Pendapatan istishna’
|
|
30.000.000
|
|
Ket :
Pendapatan
margin = % penyelesaian x harga jual
= 20 %
x Rp150.000.000
=
Rp30.000.000
Harga pokok istishna=
% penyelesaian x harga beli
= 20 %
x Rp130.000.000
=
Rp26.000.000
Aset Istishna’
dalam penyelesaian =
% penyelesaian- keuntungan istishna’
= 20 % - Rp20.000.000
=
Rp4.000.000
|
|
|
15/05/XA
|
Db. Aset
Istishna’ dalam penyelesaian
|
6.000.000
|
|
|
Db. Harga
pokok istishna’
|
39.000.000
|
|
|
Kr. Pendapatan istishna’
|
|
45.000.000
|
|
Ket :
Pendapatan margin = %
penyelesaian x harga jual
= (50%-20 % )xRp150.000.000
= Rp45.000.000
Harga pokok istishna= % penyelesaian x harga beli
=
(50%-20 % ) x Rp130.000.000
=
Rp39.000.000
Aset Istishna’
dalam penyelesaian = % penyelesaian-keuntungan istishna’
= (50%-20 % )-Rp20.000.000
=
Rp6.000.000
|
|
|
25/06/XA
|
Db. Aset
Istishna’ dalam penyelesaian
|
10.000.000
|
|
|
Db. Harga
pokok istishna’
|
65.000.000
|
|
|
Kr. Pendapatan istishna’
|
|
75.000.000
|
|
Ket :
Pendapatan margin = % penyelesaian x harga
jual
=
(100%-50%)x Rp150.000.000
=
Rp75.000.000
Harga pokok istishna =
% penyelesaian x harga beli
=
(100%-50%)x Rp130.000.000
=
Rp65.000.000
Aset Istishna’
dalam penyelesaian = % penyelesaian-keuntungan istishna’
=
(100%-50%)- Rp20.000.000
=
Rp10.000.000
|
|
|
Dasar pengakuan pendapatan adalah laporan teknis yang dijadikan
dasar perusahaan untuk mengakui adanya pendapatan. Laporan teknis ini berupa
laporan unit kerja produksi atau unit kerja teknis terhadap kondisi pekerjaan
konstruksi yang dilakukan (unit kerja akuntansi tidak dapat menyusun sendiri
laporan teknis karena masalah teknis berada di luar domain legitimasi dari
akuntan).
Penagihan Piutang Istishna' Pembeli
Penagihan dilakukan seauai dengan kesepakatan dalam akad dan tidak
selalu sesuai dengan persentase penyelesaian pembuatan barang pesanan (PSAK 104
paragraf 24). Berdasarkan PSAK 104 paragraf 23 disebutkan bahwa tagihan setiap
termin kepada pembeli diakui sebagai piutang istishna' dan termin istishna'
(billing) pada pos lawannya. Karena istishna' yang dilakukan adalah istishna'
paralel, maka termin yang ada dibedakan antara termin bank-pemasok dengan
termin bak-nasabah. Keduanya tidak harus sama karenabergantung kepada kondisi
setiap bank yang terlibat. Dijelaskan lebih lanjut dalam PAPSI 203 9 (h.4.18)
bahwa tagihan bank kepada nasabah atas sebagian barang pesanan yang telah
diserahkan diakui sebagai piutang istishna' sebesar prsentase harga pokok yang
telah diselesaikan.
Misalkan dalam kasus di atas, penagihan oleh bank kepada pembeli
akhir dilakukan dalam 5 termin dalam jumlah yang sama, yaitu Rp30.000.000,
setiap tanggal 10 mulai bulan April. Maka, jurnal untuk mengakui 5 kali
penagihan piutang istishna’ kepada pembeli dan penerimaan pembayaran dari
pembeli tersebut adalah sebagai berikut.
Tanggal
|
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
10/04/XA
|
Db. Piutang
istishna’
|
30.000.000
|
|
|
Kr. Termin istishna
|
|
30.000.000*
|
|
*Rp150.000.000/5 termin =Rp30.000.000/termin
|
|
30.000.000
|
10/05/XA
|
Db. Piutang
istishna’
|
30.000.000
|
|
|
Kr. Termin istishna
|
|
30.000.000
|
10/06/XA
|
Db. Piutang
istishna’
|
30.000.000
|
|
|
Kr. Termin istishna
|
|
30.000.000
|
10/07/XA
|
Db. Piutang
istishna’
|
30.000.000
|
|
|
Kr. Termin istishna
|
|
30.000.000
|
10/08/XA
|
Db. Piutang
istishna’
|
30.000.000
|
|
|
Kr. Termin istishna
|
|
30.000.000
|
Penerimaan Pembayaran Piutang Istishna' dari Pembeli
Pembayaran piutang istishna' oleh nasabah dilakukan setelah
menerima tagihan istishna' dari bank. Oleh karena termin istishna' merupakan
pos lawan dari piutang istishna', maka pada waktu pembayaran piutang , bank
sebagai penjual perlu menutup termin istishna'. Pada saat yang sama bank juga
mengkredit aset istishna' dalam penyelesaian untuk mengakui adanya pengalihan
aset kepada pembeli sebesar jumlah yang dibayar.
Misalkan dalam kasus diatas, pembayaran oleh nasabah pembeli
dilakukan selama 3 hari setelah menerima tagihan dari bank sebagai penjual.
Maka, jurnal untuk mengakui 5 kali penerimaan pembayaran dari pembeli tersebut,
sebagai berikut :
Tanggal
|
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
13/04/XA
|
Db.
Kas/rekening nasabah pembeli ishtisna’
|
30.000.000
|
|
|
Kr. Piutang istishna
|
|
30.000.000
|
13/05/XA
|
Db.
Kas/rekening nasabah pembeli ishtisna’
|
30.000.000
|
|
|
Kr. Piutang istishna
|
|
30.000.000
|
13/06/XA
|
Db.
Kas/rekening nasabah pembeli ishtisna’
|
30.000.000
|
|
|
Kr. Piutang istishna
|
|
30.000.000
|
13/07/XA
|
Db.
Kas/rekening nasabah pembeli ishtisna’
|
30.000.000
|
|
|
Kr. Piutang istishna
|
|
30.000.000
|
13/08/XA
|
Db.
Kas/rekening nasabah pembeli ishtisna’
|
30.000.000
|
|
|
Kr. Piutang istishna
|
|
30.000.000
|
Menurut PAPSI 2013 (h.4.19), pada saat barang pesanan telah
diserahkan kepada nasabah, bank melakukan jurnal balik atas rekening aktiva
istishna’ dalam penyelesaian dan termin istishna. Untuk kasus 11.1, misalkan
barang pesanan diserahkan pada tanggal 13/8/XA, maka jurnal pada saat
penyerahan barang tersebut adalah sebagai berikut.
Tanggal
|
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
13/08/XA
|
Db. termin
ishtisna’
|
150.000.000
|
|
|
Kr. Aset istishna dalam penyelesaian
|
|
150.000.000
|
13/08/XA
|
Db. termin
ishtisna’
|
150.000.000
|
|
Variasi Transaksi dan Kebijakan Akuntansi
1. Perlakuan akuntansi terhadap beban praakad jika transaksi tidak
jadi disepakati
Berdasarkan PSAK 104 paragraf 26 disebutkan kalau akad tidak jadi
disepakati, maka biaya tersebut dibebankan pada periode berjalan.
Misalkan transaksi istishna’ pada kasus 11.1 tidak jadi disepakati,
maka jurnal pengakuan beban praakad yang ditangguhkan menjadi beban operasional
pada periode berjalan adalah sebagai berikut.
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
Db. Beban
operasional
|
2.000.000
|
|
Kr. Beban praakad yang ditangguhkan
|
|
2.000.000
|
Beban operasional yang diakui pada periode berjalan, disajikan
dalam laporan laba rugi bank syariah.
2. Pengakuan pendapatan dengan metode akad selesai
Berdasarkan PSAK 104 paragraf 17, disebutkan bahwa pendapatan
istishna' diakui dengan menggunakan metode persentase penyelesaian atau metode
akad selesai. Dalam hal ini, penjurnalan transaksi 11.1 menggunakan metode
persentase penyelesaian. Adapun metode akad selesai, dapat digunakan jika
estimasi persentase penyelesaian akad dan biaya untuk penyelesaiannya tidak
dapat ditentukan secara rasional pada akhir periode laporan keuangan (PSAK 104
paragraf 19).
Akad dikatakan selesai jika proses pembuatan barang pesanan selesai
dan diserahkan kepada pembeli. Berdasarkan PSAK 104 paragraf 19, disebutkan
bahwa pada metode akad selesai melekat beberapa ketentuan berikut :
1.
Tidak
ada pendapatan istishna’ yang diakui sampai dengan pekerjaan tersebut selesai
2.
Tidak
ada harga pokok istishna’ yang diakui sampai dengan pekerjaan tersebut selesai
3.
Tidak
ada bagian keuntungan yang diakui dalam istishna’ dalam penyelesaian sampai
dengan pekerjaan tersebut selesai
4.
Pengakuan
pendapatan istishna’, harga pokok istishna’, dan keuntungan dilakukan hanya
pada saat penyelesaian pekerjaan.
Untuk kasus 11.1 dengan menggunakan metode akad selesai,
pendapatan, harga pokok istishna’ dan bagian keuntungan baru diakui pada saat
pekerjaan selesai dikerjakan 100 %. Misalkan, pada tanggal 25 Juni 20XA,
pemasok melaporkan bahwa pekerjaan telah berhasil diselesaikan. Maka, jurnal
pengakuan pendapatan dengan menggunakan metode akad selesai pada saat pekerjaan
selesai dikerjakan oleh pemasok adalah sebagai berikut.
Tanggal
|
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
25/06/XA
|
Db. Aset
ishtisna’ dalam penyelesaian
|
20.000.000
|
|
|
Db. Harga
pokok ishtisna’
|
130.000.000
|
|
|
Kr. Pendapatan pokok istishna’
|
|
150.000.000
|
3. Pembayaran dengan cara tangguh
Berdasarkan PSAK 104 paragraf 20, jika menggunakan metode
persentase penyelesaian dan proses pelunasan dilakukan dalam periode lebih dari
satu tahun setelah penyerahan barang pesanan, maka pengakuan pendapatan dibagi
menjadi dua bagian, yaitu :
a.
Margin
keuntungan pembuatan barang pesanan yang dihitung apabila istishna’ dilakukan
secara tunai, diakui sesuai persentase penyelesaian
b.
Selisih
antara nilai akad dan nilai tunai pada saat penyerahan diakui selama periode
pelunasan secara proporsional sesuai dengan jumlah pembayaran. Proporsional
yang dimaksud sesuai dengan paragraf 24-5 PSAK 102 tentang Akuntansi Murabahah.
Kasus 11.2 Istishna’ dengan Pembayaran Tangguh
Untuk hal-hal yang berkaitan dengan pemasok, pencatatan transaksi
istishna’ dengan pembayaran tangguh pada dasarnya sama dengan pembayaran tunai
seperti yang dibahas pada kasus 11.1.
Berikut jurnal
yang relevan dengan transaksi tersebut :
1.
Jurnal
saat pengakuan pengeluaran untuk memperoleh istishna
Mengacu pada
kasus 11.1 yang mendahului kasus 1.2, terdapat tiga kali pengakuan pengeluaran
untuk memperoleh istishna’ sesuai dengan tagihan dan pembayaran oleh bank
kepada pemasok :
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
Db. Aset
ishtisna’ dalam penyelesaian
|
30.000.000
|
|
Kr. Utang
|
|
30.000.000
|
Db.
Utang
|
30.000.000
|
|
Kr. Kas/rekening
|
|
30.000.000
|
Ket : Tagihan
dan pembayaran pertama oleh bank kepada pemasok
|
30.000.000
|
|
Db. Aset
ishtisna’ dalam penyelesaian
|
30.000.000
|
|
Kr. Utang
|
|
30.000.000
|
Db.
Utang
|
30.000.000
|
|
Kr Kas/rekening
|
|
|
Ket : Tagihan
dan pembayaran pertama oleh bank kepada pemasok
|
|
|
Db. Aset
ishtisna’ dalam penyelesaian
|
|
|
Kr. Utang
|
|
|
Db.
Utang
|
|
|
Kr.
Kas/rekening
|
|
|
Ket : Tagihan dan pembayaran ketiga oleh bank kepada pemasok
sehingga keseluruhan tagihan dari pemasok adalah Rp 130.000.000 (Rp26.000.000
+ Rp39.000.000 + Rp65.000.000)
|
|
30.000.000
|
2.
Jurnal
saat pengakuan pendapatan
Sebagaimana halnya pada istishna’ dengan pembayaran tunai,
pengakuan pendapatan pada istishna’ tangguh didasarkan pada metode yang
dipilih: metode persentase penyelesaian atau metode akad selesai. Jika
menggunakan metode persentase penyelesaian, maka pengakuan pendapatannya adalah
sebagaimana yang dibahas pada kasus 11.1. pada metode tersebut pengakuan
pendapatan istishna’, harga pokok istishna dan keuntungan istishna’ dilakukan
seiring dengan tingkat persentase penyelesaian yang ditandai dengan tagihan
oleh pemasok. Adapun jika menggunakan metode akad selesai, pengakuan pendapatan
istishna’, harga pokok istishna’ dan keuntungan istishna’ dilakukan hanya pada
saat penyelesaian pekerjaan dengan jurnal sebgai berikut :
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
Db. Aset
ishtisna’ dalam penyelesaian
|
20.000.000
|
|
Db. Harga
pokok ishtisna’
|
130.000.000
|
|
Kr. Pendapatan pokok istishna’
|
|
150.000.000
|
3.
Jurnal
saat penagihan dan penyerahan aset istishna’ kepada pembeli
Meskipun istishna’ dilakukan dengan pembayaran tangguh, penjual
harus menentukan nilai tunai istishna’ pada saat penyerahan barang pesanan
sebagai dasar untuk mengakui margin keuntungan. Selisih antara nilai akad dan
nilai tunai pada saat penyerahan diakui selama periode pelunasan secara
proporsional sesuai dengan jumlah pembayaran. Nilai akad dalam istishna’ adalah
harga yang disepakati antara penjual dan pembeli akhir. Menurut PAPSI 2013
(h.418), pengakuan pendapatan untuk transaksi istishna menggunakan metode
sebagaimana pengakuan pendapatan pada transaksi murabahah. Adapun jurnal saat
penagihan bulanan pada kasus 11.2 adalah sebagai berikut :
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
Db. Piutang Istishna’
|
1900.000.000
|
|
Kr. Termin ishtisna’
|
|
150.000.000
|
Kr. Margin istishna’
ditangguhkan
|
|
40.000.000
|
Saat proyek
diserahkan maka dilakukan jurnal sebagai berikut :
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
Db. Termin
ishtisna’
|
150.000.000
|
|
Kr. Margin istishna’ ditangguhkan
|
|
150.000.000
|
4.
Jurnal
saat pembayaran oleh pembeli
Misalkan cicilan istishna’ dibayar per bulan selama 3 tahun (36
bulan), maka pembayaran perbulan adalah:
Pembayaran per bulan : Rp5.277.778
Pada saat yang sama, pendapatan istishna’ yang ditangguhkan berubah
menjadi pendapatan istishna’ sebesar
Pendapatan per bulan = Rp1.111.111
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
Db.
Kas/rekening nasabah
|
5.277.778
|
|
Kr. Piutang ishtisna’
|
|
5.277.778
|
Db. Margin
istishna’ ditangguhkan
|
1.111.111
|
|
Kr. Pendapatan Istishna’
|
|
1.111.111
|
5.
Jurnal
pemberian potongan jika pembeli melunasi lebih awal
Berdasarkan PSAK 106 paragraf 31, disebutkan bahwa jika pembeli
melakukan pembayaran sebelum tanggal jatuh tempo dan penjual memberikan
potongan, maka potongan tersebut diakui sebagai pengurangan pendapatan
istishna’. Pengurangan pendapatan istishna’ akibat penyelesaian awal piutang
istishna’ dapat diperlakukan sebagai :
a.
Potongan
secara langsung dan dikurangkan dari piutang istishna’ pada saat pembayaran
b.
Penggantian
reimbursement kepada pembeli sebesar jumlah keuntungan yang dihapuskan tersebut
setelah menerima pembayaran piutang istishna’ secara keseluruhan.
Misalkan dalam Kasus 11.2, nasabah melunasi lebih awal
pembiayaannya pada akhir tahun kedua saat sisa pembayaran sebesar Rp63.333.333.
Atas pelunasan lebih awal tersebut, bank memberikan potongan sebesar
Rp10.000.000.
Alternatif I : potongan secara langsung dan dikurangkan dari
piutang istishna’ pada saat pembayaran
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
Db. Kas
|
53.333.333
|
|
Db.
potongan
|
10.000.000
|
|
Kr. Piutang Istishna’
|
|
63.333.333
|
Alternatif II : penggantian reimbursement kepada pembeli sebesar
jumlah keuntungan yang dihapuskan tersebut setelah menerima pembayaran piutang
istishna’ secara keseluruhan
Rekening
|
Debit (Rp)
|
Kredit (Rp)
|
Db. Kas
|
53.333.333
|
|
Kr. Piutang Istishna’
|
10.000.000
|
|
Db.
Pendapatan Istishna’ tangguh
|
|
63.333.333
|
Kr. Kas/rekening nasabah
|
|
|
Kr. Pendapatan Istishna’
|
|
|
Ket : *saldo
pendapatan istishna’ tangguh pada akhir tahun kedua
|
|
|
Penyajian
Menurut PAPSI 2013 (h.4.19-20), ketentuan penyajian transaksi
terkait jual beli dengan skema istishna’ dalam laporan keuangan adalah sebagai
berikut :
1.
Uang
muka istishna’ disajikan sebagai liabilitas lainnya.
2.
Uang
muka kepada pemasok disajikan sebagai aset lainnya
3.
Utang
istishna’ disajikan sebesar tagihan dari pemasok yang belum dilunasi
4.
Aktiva
istishna’ dalam penyelesaian disajikan sebesar dana yang dibayarkan Bank kepada
supplier.
5.
Termin
istishna’ disajikan sebesar jumlah tagihan termin Bank kepada nasabah
6.
Piutang
istishna ditangguhkan disajikan sebagai pos lawan piutang istishna’
Pengungkapan
Menurut PAPSI 2013 (h.4.21) hal-hal yang harus diungkapkan terkait
jual beli dengan skema istishna antara lain :
1.
Rincian
piutang istishna’ berdasarkan jumlah, jangka waktu, jenis valuta dan kualitas
piutang dan cadangan kerugian penurunan nilai piutang istishna
2.
Jumlah
piutang murabahah yang diberikan kepada pihak yang berelasi
3.
Kebijakan
akuntansi yang dipergunakan dalam pengakuan pendapatan cadangan kerugian
penurunan nilai, penghapusan dan penanganan piutang istishna’ yang bermasalah
4.
Besarnya
piutang istishna’ baik yang dibiayai sendiri oleh bank maupun secara
bersama-sama dengan pihak lain sebesar bagian pembiayaan bank
5.
Jumlah
akumulasi biaya atas kontrak berjalan serta pendapatan dan keuntungan sampai
dengan akhir periode berjalan
6.
Jumlah
sisa kontrak yang belum selesai menurut spesifikasi dan syarat kontrak
7.
Klaim
tambahan yang belum selesai dan semua denda yang bersifat kontinjen sebagai
akibat keterlambatan pengiriman barang
8.
Nilai
kontrak istishna’ yang sedang berjalan serta rentang periode pelaksanaannya.
9.
Nilai
kontrak istishna’ yang telah ditandatangani
bank selama periode berjalan tetapi belum dilaksanakan dan rentang
periode pelaksanaannya.
10.
Rincian
utang istishna’ berdasarkan jumlah, tujuan (pemasok atau nasabah), jangka waktu
dan jenis mata uang
11.
Utang
istishna’ kepada nasabah yang merupakan pihak berelasi
12.
Jenis
dan kuantitas barang pesanan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwaIstishna adalah akad jual beli dimana produsen ditugaskan untuk membuat
suatu barang pesanan dari pemesan. Rukun istishna meliputi: transakstor, objek
istishna serta ijab dan qobul. Alur transaksi istishna yaitu: Pembeli dan penjual menyepakati
akad Istishna, Barang diserahkan kepada Pembeli, Pembayaran
dilakukan oleh Pembeli. Untuk memastikan kesesuaian syariah terhadap praktik jual beli istishna dan
istishna paralel, DPS biasanya melakukan pengawasan syariah secara periodik.
Istishna di lembaga keuangan syariah diartikan
dengan akad pembiayaan untuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan
kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli,
mustashni’) dan penjual (pembuat, shani’) dengan harga yang disepakati bersama
oleh para pihak.
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Muhammad Syafi’i. 2001. Bank
Syariah dari Teori Ke Praktik. Jakarta : Gema Insani
Press.
Karim, Adiwarman A. 2010. Bank
Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta : PT Raja
Grafindo
Persada.
nadiranasyiffa.blogspot.com/2011/12/akad-istishna.html
Yaya, Rizal, dkk,.. 2014. Akuntansi Perbankan Syariah Teori dan Praktik
Kontemporer Edisi
2. Jakarta: Salemba Empat.
Like dan komen ya jika bermanfaat.
Comments
Post a Comment